Mengenang ’’Supermom’’ Prof Retno Sriningsih

MASYARAKAT Indonesia, khususnya Kota Semarang, baru saja kehilangan sosok yang sangat fenomenal, meski sebagian di antaranya belum berkesempatan mengenalnya lebih dekat. Tepat seminggu kemarin, jasad Prof Dr Hj Retno Sriningsih Satmoko dikebumikan di TPU Bergota Semarang, setelah Jumat (10/10) malam menghembuskan nafas terakhir di usia 77 tahun.
Ibu Satmoko, begitu ia biasa disapa rekan kerja, mahasiswa, dan handai taulan, adalah guru besar emeritus berpangkat IV E di Program Studi Manajemen Pendidikan Pascasarjana Universitas Negeri Semarang (Unnes). Dia lahir di Kebumen pada 11 Maret 1931, dari pasangan RM Martosoedirmo - Ny R Ng Mariam.

Sebelumnya, pada Desember 2006, suami tercinta Prof Drs H Satmoko wafat di usia 79 tahun. Dari pasangan bergelar guru besar emeritus ini, lahirlah 10 putra-putri yang sangat brilian, dengan profesinya masing-masing yang telah berkontribusi banyak bagi masyarakat. Salah seorang diantaranya Dr Hj Sri Mulyani Indrawati MSc, yang kini menjabat Menteri Keuangan dan Penjabat Menko Perekonomian RI. Mbak Anik, panggilan akrabnya, merupakan anak ketujuh.

Banyak hal yang sangat istimewa dan menarik untuk bisa dipelajari dari Prof Retno, baik sebagai seorang ibu, istri, nenek, rekan kerja, juga pendidik. Dari tangan beliau, telah lahir bibit-bibit yang sangat unggul. Prestasinya di ranah publik tidak kalah mengagumkan.

Di usianya yang senja, beliau masih aktif di beberapa organisasi di kampus maupun di luar kampus. Di kampus, ia dikenal sebagai sosok yang pandai, hangat, dan akrab sebagai dosen dan rekan kerja. Terakhir, beliau menjabat ketua Program Studi Manajemen Pendidikan Pascasarjana Unnes (1999-2003). Tahun 2002, Unnes menganugerahinya gelar emeritus. Tahun 2003 sampai wafat mengajar sebagai dosen S3 (program doktoral), meski telah memasuki masa purna tugas.

Kesuksesan di ranah domestik dan ranah publik merupakan bukti bahwa Prof Retno merupakan supermom masa kini. Hal inilah yang membuat penulis menjadikan beliau sebagai subjek penelitian dalam proses penyusunan tugas akhir sebagai mahasiswi Fakultas Psikologi Undip Semarang. Tulisan ini adalah dedikasi dan penghormatan tertinggi penulis terhadap beliau yang sangat fenomenal dan patut dijadikan teladan bagi generasi muda, yang akan mengemban amanah sebagai orangtua.

Penelitian ini berawal dari ketertarikan penulis akan sosok ibu ideal dambaan keluarga. Penulis memiliki gambaran bahwa seorang ibu ideal adalah ibu yang mampu menjalani kodratnya sebagai ibu, alias mampu melakukan tugas pengasuhan anak hingga menghasilkan anak-anak yang sukses. Kemudian muncul pertanyaan dalam benak peneliti, bagaimana dengan ibu yang mengambil pilihan bekerja, tentu tantangannya akan lebih berat.

Oleh karena itu, penulis berpendapat bahwa ibu yang sukses menjalani dua peran sekaligus (ibu rumah tangga dan wanita karier) adalah sosok ibu ideal. Peneliti lalu memberikan label ibu yang sukses berperan ganda dengan sebutan supermom. Supermom adalah seorang ibu yang meraih kesuksesan tidak hanya dalam mengurus keluarga di rumah, tapi juga sukses berkarier di luar rumah (Qorinuka, 2005). Pertanyaannya, adakah sosok ibu yang memenuhi kriteria itu?
Fondasi Keluarga Berdasarkan penelitian yang dilakukan selama tujuh bulan, dengan metode observasi dan wawancara mendalam (depth interview), diperoleh hasil bahwa beliau meyakini fondasi pernikahan terletak dari pelakunya yaitu suami dan istri. Poin utamanya, bagaimana memilih suami yang tepat dan sesuai dengan dirinya, atau dalam Islam dikenal dengan konsep sekufu. Sekufu adalah kesamaan suami-istri dalam pola dasar, pengetahuan yang dimiliki, profesi, hingga cara berfikir.

Saat penulis bertanya tentang kriteria pemilihan pasangan hidup, beliau menjawab, ‘’Saya dan Pak Satmoko mempunyai kesamaan pola dasar pengetahuan. Kebetulan profesi pun sama, sehingga kami berdua ini sekufu, tidak ada nilai yang berbeda. Ini perlu diperhatikan. Kalau sudah sekufu, pengelolaan kependidikan dalam keluarga akan berlangsung tanpa benturan. Konflik banyak, lumrah sekali ada riak-riak dalam keluarga. Tetapi seingat saya, konflik itu kecil-kecil dan tak berarti’’.

Prof Retno mengatakan, awal mula pengasuhan anak tidak lagi saat anak berada dalam kandungan ibu, tapi ada fase awal yang mendahului, yaitu saat memilih pasangan hidup. Dalam budaya Jawa, konsep pemilihan pasangan hidup itu dikenal dengan istilah bibit, bobot, bebet.

Bibit artinya asal-usul keluarga: dari mana pasangan dilahirkan, siapa yang menurunkan, apakah dari keluarga bertanggung jawab. Bobot berarti kompetensi diri: kemampuan yang dimiliki, kemampuan menjadi patner dalam mencapai tujuan pernikahan. Bebet artinya rezeki yang dimiliki: pekerjaan yang dijalani, cara yang ditempuh untuk meraih rezeki. Ada lagi pertimbangan tambahan, yaitu weton (hari kelahiran).

Seorang ibu tidak akan menjadi supermom, tanpa adanya seorang suami yang super pula, yang memiliki pemahaman dan visi yang cenderung sama dalam menjalani praktik pengasuhan anak. Prinsip kesetaraan dan keselarasan antara suami-istri dalam berumah tangga pun diperlukan dalam usaha meraih tujuan keluarga.

Dalam budaya Jawa, prinsip ini telah turun-temurun diwariskan dan dipegang teguh dalam keluarga Satmoko yang dikenal dengan istilah garwa (sigaraning nyawa). Sebagai garwa, istri harus sadar akan perannya sebagai istri, bahwa terkadang harus mengalah kepada suami. Begitu pula suami, terkadang harus mengalah kepada istri.

Persamaan tujuan pernikahan seharusnya dilakukan di awal pernikahan, sehingga tidak ada salah paham antarpasangan di kemudian hari, sehingga bisa mengarahkan anak-anaknya menjadi anak saleh. Setelah tugas pengasuhan anak dirasa lancar, Prof Retno akan menjalani peran selanjutnya, yaitu sebagai ibu yang bekerja. Menurut beliau, wanita yang sukses mendidik anak sekaligus berkarier adalah wanita yang mampu melakukan manajemen keduanya secara proporsional.

Selamat jalan Prof Retno. Ibu bukan hanya subjek (penelitian) bagi saya, lebih dari itu menjadi guru, model, dan motivator bagi saya dan kaum perempuan di Indonesia.

Suara Merdeka 18 Oktober 2008
0 Responses

contact us